Page Nav

HIDE

Ads Place

Bagaimana Dengan Kebebasan Pers Nasional?

Pada tahun 2021 Indeks Kebebasan Pers di Indonesia naik. Walaupun begitu pers nasional belum bisa dikatakan bebas sepenuhnya. Kekerasan terh...


Pada tahun 2021 Indeks Kebebasan Pers di Indonesia naik. Walaupun begitu pers nasional belum bisa dikatakan bebas sepenuhnya. Kekerasan terhadap wartawan hingga ancaman serangan digital masih dialami jurnalis. Menurut Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) yang dipublikasikan Dewan Pers pada 2021, skor IKP nasional adalah 76,02. Angka ini naik dibandingkan skor pada 2020, yaitu 75,27. Skor di 2021 dan 2020 menunjukkan kemerdekaan pers nasional ada di kategori Cukup Bebas.

IKP Dewan Pers melakukan survei di 34 provinsi. Survei tersebut dilakukan dengan melibatkan 12 informan ahli di masing-masing provinsi. Para informan ahli terdiri dari pengurus aktif organisasi wartawan, pimpinan perusahaan media, masyarakat, dan pemerintah.

Peningkatan skor IKP Indonesia juga terlapor pada IKP Dunia 2021 oleh Reporters Without Borders (RSF). Skor IKP Indonesia pada tahun 2021 adalah 62,6. Dengan ini, Indonesia berada di peringkat ke-113 dari 180 negara yang diteliti. Pada 2020, skor IKP Indonesia 63,18 berada di peringkat ke-119 dari 180 negara. Meski demikian, Indonesia termasuk satu dari 100 lebih negara yang lingkungannya ”sangat buruk”, ”buruk”, dan ”problematik” untuk kebebasan persnya. Adapun negara dengan IKP tertinggi pada 2021 adalah Norwegia, kemudian Finlandia, Swedia, Denmark, dan Kosta Rika.

Menurut Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim, secara umum kondisi kebebasan pers di Indonesia belum membaik. Hal ini mengingat masih adanya kasus kekerasan terhadap jurnalis.

AJI sendiri juga mencatat bahwa sepanjang 2021 kemarin terdapat 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis, berupa teror dan intimidasi sebanyak sembilan kasus, kekerasan fisik tujuh kasus, serang digital (cyber crime) sebanyak tujuh kasus, pelanggaran liputan sebanyak tujuh kasus, serangan digital sebanyak lima kasus, ancaman lima kasus, dan penuntutan hukum lima kasus. Ini membuktikan bahwa kebebasan pers nasional  masih tersendat walaupun IKP di Indonesia cukup bebas.

UU Informasi dan Transaksi Teknologi (ITE) juga menjadi tantangan bagi jurnalis Indonesia. Sangat dirasakan bahwa kehadiran UU ITE banyak membatasi kinerja pers, buktinya pada tahun 2020 ada dua jurnalis yang divonis bersalah karena melanggar UU ITE, salah satunya dinyatakan menyebarkan informasi yang menimbulkan permusuhan. Pada 2021, AJI mencatat ada tiga laporan jurnalis terkait UU ITE. Adapun Dewan Pers mencatat sedikitnya 44 perkara terkait UU ITE pada tahun yang sama.

Sasmito juga mengatakan bahwa kebebasan pers mesti dijamin agar demokrasi berjalan baik. Sebab, pers merupakan pilar demokrasi keempat. Pers yang bebas juga berfungsi untuk menjamin berjalannya pemerintahan yang bersih dan transparan. Serangan digital juga masih menjadi ancaman nyata untuk para jurnalis, perkembangan kasus yang dialami jurnalis mengenai serangan digital juga terus meningkat.

Menurut data SAFEnet, ada 13 kasus doxing yang dialami jurnalis pada periode 2017-2020. Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan, doxing yang dialami jurnalis umumnya untuk mempersekusi target di dunia maya. Persekusi diharapkan berlanjut ke dunia nyata.

Menjelang pengesahannya, RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) AJI juga menggelar aksi secara luring dan daring diberbagai kota pada tanggal 4-5 Desember 2022. Aksi tersebut dilakukan untuk pasal-pasal yang dinilai bermasalah. "DPR dan pemerintah harus menunda pengesahan RKUHP karena akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. AJI akan terus bersuara sampai pasal-pasal bermasalah dihapus,” tutur Ketua Umum AJI Sasmito dalam keterangan tertulis, Senin 5 Desember 2022. (Dikutip dari tempo.co)

Ninik Rahayu yang merupakan Anggota Dewan Pers mengatakan bahwa rencana pengesahan RKUHP oleh DPR merupakan bentuk ancaman bagi kemerdekaan pers, karena banyak pasal yang bermasalah. Menurutnya pengaturan pidana Pers dalam RKUHP, menciderai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Penelitian UNESCO menyatakan bahwa dari sepuluh jurnalis, lebih dari tujuh diantaranya pernah mengalami kekerasan daring. Namun, pelaku kekerasan kerap tidak meninggalkan jejak ataupun memperoleh impunitas. Maka dewasa ini serangan digital menjadi masalah utama penghambat kinerja pers, tentu masalah lain diluar serang digital juga masih banyak yang membatasi kinerja pers.

Referensi:

https://www.gokampus.com/blog/seperti-apa-kebebasan-pers-di-indonesia-cari-tahu-di-sini

Gandhawangi, Sekar. 2022. Pers Indonesia Belum Spenuhnya Bebas. (Daring) melalui tautan https://www.kompas.id/baca/dikbud/2022/05/02/pers-di-indonesia-belum-bebas

Nurshafira, Nabila. 2022. RKUHP Dinilai Berangus Kebebasan Pers, AJI Tuntut 17 Pasal Bermasalah Dihapus. (Daring) melalui tautan https://nasional.tempo.co/read/1664895/rkuhp-dinilai-berangus-kebebasan-pers-aji-tuntut-17-pasal-bermasalah-dihapus


Ads Place